Home » » MENGKAJI MANUSIA DAN ALAM

MENGKAJI MANUSIA DAN ALAM

Oleh : H. Akbar Saefulloh & Moh. Sjafei

       Manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan.  Manusia banyak menikmati hidup dari saripati atau dzat alam,  begitupun alam dapat berlangsung  seharusnya oleh manusia. Namun tidak mustahil masih banyak manusia yang belum menyadari bahwa kehidupannya bersumber dari alam, bahkan sebaliknya merusak ekosistem. Memang kodrat manusia untuk meraih kesenangan, ketenangan  dan kesejahteraan merupakan hal yang lumrah. Tetapi mengabaikan kelestarian lingkungan merupakan kejahatan yang tidak terampuni.

             Hamparan alam bekal kehidupan manusia 

        Jauh memandang kehidupan manusia, tidak terlepas ditentukan oleh alam. Alam yang secara langsung telah memberikan kenikmatan hidup jarang dipedulikan atau dihormati. Kenikmatan yang telah dihirup manusia berupa matahari, air, angin dan saripati dzat alam merupakan rejeki yang terhingga. Oleh karena itu, sepantasnyalah manusia bersyukur melalui prilaku sesuai dengan tuntutan ajaran agamanya masing-masing sebagai perwujudan peduli dan hormat serta berterimakasih kepada Allah SWT  selaku pencipta Alam Semesta.
        Alam yang telah memberikan nurcahaya melalui sinar matahari, sinar bulan dan bintang merupakan tuntunan jalan bagi manusia mencari penghidupannya. Alam juga telah memberikan kesejukan dengan air. Alam sudah memberikan kenyamanan melalui gerakan angin. Alam juga telah memberi kenikmatan melalui dzat alam, berupa saripati dari tanaman. Selain itu juga, seisi alam diperuntukkan bagi manusia hanya saja kemanfaatannya beraneka ragam sesuai hasrat dan kebutuhan manusia.
Oleh karena itulah, menarik untuk dikaji hubungan Alam dengan Manusia selama menelusuri jejak PERJALANAN PAJAJARAN SILIWANGI. Dan dibawah ini, mengajak berbagi informasi dan menelaah seberapa jauh faktor alam yang berkaitan dengan kehidupan manusia.

 Manusia Dengan Batu
       Batu merupakan saksi alam, karena batu yang berserakan di atas dunia ini dipastikan ada sejak dunia diciptakan sehingga batu kemungkinan seumur dengan usia alam. Batu adalah saksi perjalanan dan dinamika seluruh penghuni alam. Batu juga memiliki tingkatan atau ukuran bahkan batupun mempunyai nilai sesuai dengan jenisnya. Maka, nilai batu ditentukan oleh selera dan kebutuhan manusia. Karena itu, manusia mempunyai hak mutlak menilai batu dibutuhkan atau tidak. Dilain pihak, batupun memiliki corak dan nuansa yang menggoda manusia. Tidak sedikit manusia yang bersedia sampai mengorbankan harta maupun jiwa karena tergila-gila hanya oleh sebuah batu.

       Begitulah manusia dengan batu. Sifat batu yang keras seringkali diumpamakan dengan sifat manusia  sehingga ada umpatan yang mengatakan : “dasar kepala batu”. Sebaliknya jika manusia itu cantik dan baik hati, ada pujian mengatakan : “seindah intan permata”. Ada pula pribahasa yang mengatakan : “jangan sampai tersandung kedua kalinya oleh batu yang sama”. Mungkin masih banyak lagi tentang perumpamaan tentang manusia dari batu. Bebatuan yang menghampar di dunia ini bagaikan tidak berubah, seperti benda mati.

  
                   
      Dari waktu ke waktu batu tidak berubah, karena itulah manusia disarankan mencontoh sifat batu agar memiliki keteguhan hati maupun jiwa. Oleh karena itu, manusia sebaiknya memiliki pandangan jernih kenapa batu diciptakan dan apa manfaatnya ?

      Batu yang menghampar di atas jagat alam raya ini bermacam ragam corak, bentuk maupun ukurannya. Manusia mengenal beberapa jenis batu, diantaranya batu permata,   batu berlian, batu mulia. Ada pula batu ali, batu hias, batu marmer, batu nisan. Sedangkan batu lainnya, batu bara, batu bronjol, batu koral, batu krikil, batu karang, batu apung, batu asah. Terdapat pula batu yang sudah dibuat khusus oleh manusia diantaranya batu pasang/belah, batu umpak, batu cowet, batu lumpang, batu split, batu tinslag dan batu lainnya yang diberi sebutan oleh manusia.

       Batu sebagai saksi alam. Sedangkan manusia sebagai pengelola alam. Tetapi kedudukan manusia dengan batu sama-sama diciptakan Allah SWT dan apabila direnungkan terdapat unsur kesamaan antara manusia dengan batu. Pada diri manusia terdapat adanya harkat, derajat dan keistimewaan. Sebaliknya pada batu juga terdapat adanya hal yang sama sebagaimana nilainya. Harga batu krikil lebih murah dari batu hias, batu hias lebih murah dari batu permata dan seterusnya. Itulah yang dimaksudkan dengan harkat, derajat dan keistimewaan.

       Bagi rakyat kecil yang berpenghasilan rendah mungkin sama halnya dengan batu krikil. Harga batu krikil murah, dan seringkali adanya dibawah,  sehingga hanya untuk diinjak-injak. Rakyat kecil begitu juga, selalu direndahkan dan seringkali haknya dinjak-injak dan teraniaya. Tetapi jika manusia dengan wajah yang cantik atau cakep, mungkin sama dengan batu perhiasan yang mahal harganya, maka akan berada dijemari manis atau sebagai perhiasan  agar terlihat lebih  cantik dan menawan. Kecuali jika ada sebuah batu yang bagus dan menarik sekalipun adanya ditengah sekumpulan batu krikil akan ada yang memungut karena alasan tertentu. Begitu juga manusia, walaupun adanya ditengah sekumpulan masyarakat biasa, karena memiliki keahlian tertentu pasti akan diangkat harkatnya dengan dalih kemampuannya tadi. Selanjutnya jika tidak ada manfaat, senantiasa akan selalu diabaikan.  Begitulah hukum alam.
  
 Dari sekian banyak batu yang kita kenal, nampaknya dapat dipilah masing-masing jenis batu maupun tingkatan manusia, antara lain :

Batu Permata : 
    Agar penampilan manusia terlihat anggun, dipasangi batu kalung dengan liontin yang berharga mahal. Dilain pihak  agar penampilan terlihat manis, dijemarinya dipakai batu cincin yang memiliki nama blue safir,  giok atau nama lainnya sesuai dengan harganya dari mulai yang murah sampai yang termahal. Jika batu permata bernilai mahal, adanya juga di leher lenjang atau di bawah daun telinga wanita untuk menambah kecantikannya.
            Contoh diatas melambangkan orang yang memiliki peringai bagus, berparas cantik, berhati baik dan mempunyai kedudukan ditengah masyarakat dari segi kemampuan intelektual maupun harta kekayaannya. Sehingga ia pantas menempati kedudukan yang terhormat.

Batu Ali atau Cincin :
                                  Batu penghias jemari

 Sedangkan batu cincin tentu sepantasnya ada di jemari manis. Untuk berpenampilan agar terlihat gagah dan sangar, akan dipasang batu wulung, batu ali pancawarna dan lain-lain sesuai dengan seleranya.
Simbol batu cincin tersebut mungkin orang yang mempunyai sebutan nama, karena batu yang dipakai telah memiliki identitas atau nama.
 
Batu Hias Taman :
Untuk membuat taman, diperlukan batu hias bukan batu belah. Malah batu krikil yang berwarna warni, karena dikehendaki menjadi taman yang indah dan menarik dipandang mata.
            Mungkin jika diumpamakan manusia yaitu orang yang memiliki profesi sebagai refsepsionis disebuah kantor perusahaan.

Batu Pasang Dinding :
            Dinding rumah maupun pagar, menggunakan batu profil atau batu alur yang direkayasa manusia sesuai dengan kehendaknya. Sehingga sekalipun batu tetapi dengan penataan yang baik nampak indah dan mengesankan.
            Batu profil itu mungkin kiasan seseorang yang berprofesi pengawal, asisten atau sekretaris.

Batu Pondasi :
Membangun rumah untuk pondasi tidak memerlukan batu perhiasan, tapi lebih memerlukan batu belah atau batu pasang. Oleh karena itu, dalam penempatan batupun disesuaikan dengan kebutuhan dan kepantasan. Batu belah atau pasang ditanam dan adanya di bawah rumah.
Sebagai batu yang memiliki kemampuan menahan kekuatan sebuah bangunan, maka yang paling sesuai dengan kehidupan manusia yaitu sekumpulan  keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak serta keturunannya.

Batu Nisan :
Malah batu nisan tidak menolak, walau sepanjang zaman menemani jasad tubuh orang yang meninggal. Batu nisan, marmer atau pualam serta granit, bagai orang yang setia menemani arwah dan kesunyian.
Jika diibaratkan manusia yang berprofesi sebagai amil jenazah, Juru kunci makam/kuncen. Walaupun terasa sunyi disekitarnya tapi ia setia dan tidak bergeming untuk beranjak pergi.

Batu Apung :
            Batu apung memiliki diperlukan oleh manusia untuk menyaring air agar jernih dan dengan batu ini pula berguna untuk membersihkan sesuatu benda.
            Sesuai dengan kemaslahatannya sebagai pembersih, kiranya sesuai dengan orang yang bekerja sebagai petugas kebersihan, binatu, dan profesi lainnya yang sama.

Batu Asahan :
            Batu Asahan, batu untuk mengasah benda tajam. Semakin sering diasah pisau, golok, kapak atau tatah, maka akan semakin tajam untuk dipergunakannya. Namun sebaliknya batu asah semakin sering dipergunakan, batunya  akan menipis dan lama kelamaan habis.
            Ilustrasi itu tidak jauh berbeda dengan profesi seorang guru yang berhasil. Ia sesuai kemampuannya memberikan pengetahuan kepada anak didiknya, sehingga muridnya sukses luar biasa. Sementara guru tadi tetap saja menjadi seorang guru malah kian waktu tambah terpuruk.   

Batu Bara :
Batubara sangat berguna untuk bahan bakar dan sekaligus menjadi supliyer suatu kekuatan tenaga yang maksimal.
Kiranya wajar jika diibaratkan dengan profesi dokter, tabib atau shinse, karena dengan obat maupun empatinya dapat membangkitkan semangat pasiennya.

Batu Koral atau Boronjol :
Benda ini sekumpulan batu dengan ukuran tertentu yang hampir sama besarannya, maka disebut Koral atau beronjol. Pada saat digunakan bersamaan dan seringkali ditempat yang sama pula. Seringkali batu tersebut dibuat susunan dengan tataletak berurutan sama sehingga kelihatan rapih dan indah.
Jika diamati, tidak jauh berbeda dengan suatu pasukan atau pegawai yang memiliki peraturan yang sama, berada ditempat yang sama dan mempunyai tanggung jawab yang sama pula.

Batu-batu yang dibuat :
Batu yang telah dibuat manusia seperti batu cowet, batu lumpang, batu prasasti dan batu lainnya. Sudah jelas fungsi dan kedudukannya.
Maka tidak jauh berbeda dengan kebutuhan yang memfungsikannya yaitu, batu cowet maupun batu lumping sama halnya dengan juru masak, koki atau ibu rumah tangga  tanpa pekerjaan lain. Sedangkan batu prasasti, kiasan orang yang berprofesi sebagai peterjemah, juru penerang atau public relation.

Batu yang belum dinamai
            Terdapat juga batu yang tidak dan belum disinggung disini, tetapi dengan gambaran diatas kiranya yakin dapat diterjemahkan lebih pas dan dipahami sendiri. Mungkin itulah kodrat yang tidak jauh berbeda antara manusia dengan batu. Lalu bagaimana dengan ukuran batu ?. Hal itupun tidak jauh berbeda dengan ukuran nilainya yang dimiliki. Walau batunya ukuran kecil, namun karena dari bahan permata atau berlian tetap saja dihargai mahal. Sebaliknya ukuran batu besar tetapi hanya batu belah dan tidak menarik apalagi tidak diperlukan, maka nilainya rendah dan selalu tidak diperdulikan. Oleh karena itu, tinggal memilih dan memilah bagian manakah posisi kita berada. Jadilah insan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain disekitar.
MANUSIA DENGAN TANAMAN

Hubungan manusia dengan tanaman idealnya seperti petani dengan ladang. Manusia sebagai pengelola alam sedangkan ladang alam pengharapannya, sehingga saling ketergantungan.  Tumbuhan dan tanaman yang hidup di alam ini merupakan anugerah dari Allah SWT yang disediakan bagi kehidupan manusia. Tetapi sebagai pengelola alam, kadang manusia lalai seolah-olah seluruh tanaman merupakan haknya untuk dinikmati. Padahal di dunia ini yang memerlukan kelangsungan hidup bukan hanya manusia saja, tetapi ada mahluk lain yang juga mempunyai hak yang sama yaitu binatang atau hewan. Kadang buah atau tanaman untuk binatangpun,  manusia turut melahapnya. Mungkinkah hal itu karena tuntutan organ tubuh manusia ? Entahlah. Mungkin juga karena hawa dalam tubuhnya yang mendorong menjadi rakus, sehingga tanpa toleran untuk siapa, milik siapa karena nafsu menyertainya.   
            Sesungguhnya dalam tubuh manusia terdapat gambaran alam. Cobalah simak sejenak, dalam perut manusia terdapat air, disamping itu ada angin melalui pernapasan. Ada sinar yang memancar  melalui kornea mata. Sinar itu dapat terang benderang bagai matahari dan bisa redup bagaikan cahaya rembulan malam. Daki  adalah gambaran tanah, dan terkesan ampas dzat alam yang dimakan. Pori-pori yaitu aliran air yang menyisakan rasa asin, dimana laut mengering akan ada garam yang menghampar. Cobalah raba, apabila setelah berkeringat kulit akan terasa seperti pasir menempel. Jadi lengkaplah dalam diri manusia sarat dengan air seumpama lautan, ada angin atau udara, ada sinar atau cahaya dan ada tanah atau bumi bahkan ada garam di lapisan kulit. Satu kesatuan alam itu,  berhubungan secara harmonis ditubuh manusia. Namun apabila dorongan napsu sebagai gambaran api, direfleksikan menjadi amarah, satu kesatuan tadi akan saling mempengaruhi dan berbenturan sebagaimana layaknya gempa bumi. Seringkali api amarah mendominasi manusia, jika hal itu terjadi otak sebagai alat berpikir akan abnormal. Apapun dihadapannya akan ditabrak, maka keadaan itu banyak diistilahkan dengan “gelap mata”.

 Beginilah  gelap mata ?????

Kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidup ditempuh dengan berbagai cara. Padahal sesuatu yang diperoleh akan menjadi saripati yang mempengaruhi sifat, sikap dan pertumbuhan gerak laku lampah manusia itu sendiri.  Diyakini demikian, disamping dari dzat tanaman itu sendiri akan berakibat, juga secara implisit proses perolehannya akan terus mengiringi.  Cuma sayang seringkali hal itu diabaikan manusia. Maka apabila sesuatu itu diperoleh dari cara yang layak dan terhormat, akan menghasilkan dzat yang mendorong perbuatan baik, arif bijaksana, dan hidupnya tenang mampu menentramkan batin serta menjadi kebahagiaan. Sebaliknya saripati yang ditelan dari perbuatan menyimpang, dipastikan akan membawa malapetaka. 
Sejatinya dzat alam itu ibarat bahan bakar yang mempengaruhi lajunya kehidupan manusia. Selain itu pula dzat alam sangat mempengaruhi penampilan aura seseorang. Apabila dari saripati yang murni seringkali terlihat memikat, malah bagi perempuan ada pujian pribahasa yang mengatakan : “kulitnya lembut bagaikan sutra”. Konotasi tersebut, melukiskan betapa lembutnya kulit seorang perempuan. Hal itu refleksi seseorang dari saripati yang murni dan memancarkan suasana jiwa yang jernih.
Oleh karena itu, tanaman atau tumbuhan sangat dominan mempengaruhi organ tubuh manusia. Sedangkan cara memperoleh dzat itu akan mempengaruhi sikap prilaku manusia sesuai proses yang baik akan mengalir menjadi sifat positif, dan yang buruk akan terintegrasi sifat negatif. Selanjutnya,  dzat yang telah diproses tadi juga akan menjadi pancaran aura apakah bagus atau tidak. Dilain pihak, unsur  dzat tanaman juga memiliki pengaruh terhadap masing-masing organ tubuh manusia. Hal itulah menarik seseorang untuk mempelajari  tiap kandungan tanaman sehingga jika berhasil dengan keahliannya menjadi seorang tabib atau shinse karena mampu meramu tanaman menjadi kemasan obat atau jamu.

              Ekosistem yang ideal air, tanaman dan burung

           Itulah hubungan tanaman dengan manusia. Secara tidak langsung kehidupan manusia sebaiknya bercermin terhadap tanaman atau tumbuhan. Sebab jika diperhatikan, prilaku manusia terdapat kesamaan dengan kelompok jenis tumbuhan. Benarkah demikian ?.  Banyak nasihat dan petuah orang tua dulu yang mengibaratkan kehidupan manusia dengan tanaman maupun pepohonan, antara lain :

  • Seorang pemimpin, disarankan bercermin seperti pohon pisang. Pohon itu cukup sekali hidup dan berbuah.  Setelah dipanen tidak tumbuh lagi, tetapi sudah mempersiapkan anaknya sebagai penggantinya. Mungkin contoh konkritnya, sebaiknya seorang pemimpin cukup sekali mememimpin dan selanjutnya mempersiapkan generasi berikutnya.

  • Seorang yang berilmu tinggi, semakin berilmu semakin menunduk bagai pohon padi.  Kurang lebih jika diartikan, seseorang yang semakin tinggi ilmunya semakin arif bijaksana.
  • Seorang anak tanpa kasih sayang dan pendidikan terutama dari orang tua nantinya dikhawatirkan akan liar dan susah diurus bagaikan pohon alang-alang yang hidup liar dimanapun ia mau.
  • Manusia diberikan cobaan sesuai dengan kemampuannya. Seperti buah –buahan yang besar tidak akan menggelantung di ujung pucuknya, tetapi akan  menempel dibagian dahan pohon yang kokoh. Kecuali buah bentuknya kecil akan keluar dari ujung pucuknya.
  • Kehidupan manusia diibaratkan pohon kelapa karena dari semua yang ada pada pohon itu tidak ada yang terbuang. Isi buah kelapa yang tua banyak manfaatnya untuk olahan masakan sedang yang masih muda juga banyak dikonsumsi manusia sebagai kelapa dawegan. Airnya selain penawar rasa haus juga ada yang memanfaatkan sebagai obat. Batoknya, sangat bagus untuk bahan bakar pengganti arang. Sabutnya untuk lapisan pencuci alat rumah tangga, selain itu ada juga yang menggunakan untuk kesedan. Daunya yang muda untuk janur atau bisa juga untuk cangkang ketupat. Sapu lidi juga dari bagian daunnya. Humusnya yang ada di pucuk, terasa manis dan banyak dimanfaatkan buat masak. Batang pohon kelapa juga bagus untuk bahan balok. Akarnya yang banyak menjadi kekuatan untuk menahan hempasan kencangnya angin laut. Semua yang ada di pohon kelapa sepertinya tidak ada yang terbuang dan percuma.   
  • Kehidupan wanita juga sering diibaratkan tanaman bunga. Ada yang melukiskan bahwa wanita cantik seperti mawar berduri. Walau bunganya indah dan harum, tapi harus hati-hati karena banyak durinya. Hal itu menggambarkan, agar hati-hati dengan wanita cantik sebab apabila tidak waspada kadangkala kecantikan akan melukai hati pria.
Hati-hati, mawar indah tapi berduri
    • Untuk media berhubungan dengan arwah, juga suka digunakan bunga seperti :  ros, atau mawar, sedap malam, kemboja, kenanga dan bunga yang wangi-wangi. Sedangkan acara ritual juga seringkali  tanaman turut andil dipergunakan sebagai medianya, seperti pisang raja, sirih, pohon padi, kadaka dan tumbuhan lainnya.
    • Selain itupun manusia sangat ketergantungan dengan tanaman terutama yang mengandung unsur dzat pengobatan. Entah yang dimanfaatkan getahnya, daun, batang bahkan akarnya.

    • Ada juga pepatah mengatakan bagai pinang dibelah dua. Hal itu mengumapamakan seseorang berparas cantik dan lainnya tampan atau dua-duanya cantik. 
    • Sifat manusia juga ada yang mengibaratkan benalu, seperti sindiran mengatakan : “ Dia hidupnya seperti benalu” yang artinya, orang tersebut selalu bisa hidup merongrong terhadap siapapun.     
              Dan banyak lagi perumpamaan, petuah atau satire dari tanaman untuk kehidupan manusia. Dan perlu dicermati bahwa Allah SWT dalam menciptakan pepohonan apapun selalu lebih dari satu macam jenis, pasti dilain tempat ada kesamaan bentuk daun, bunga atau buahnya. Perbedaannya cuma dari namanya saja. Selain itu, pohon yang berbunga tidak mesti kemudian keluar buah tetapi cukup bunga saja. Memang pepohonan ada yang lazim berkembang kemudian dilanjutkan dengan buah. Bahkan banyak pohon tidak berbunga dan tak berbuah, cuma daun dan daun saja. Di lain pihak bermunculan keunikan maupun keanehan pohon dan seolah-olah diluar kelazimannya, entah fenomena alam atau apa pula pendapat manusia. Tetapi begitulah keagungan-Nya.

    Terserah lazim atau tidak, tetapi buahku selalu menjulang ke angkasa, apakah tak lazim ? 

    Sebaiknya lajim maupun tidak, dibalik itu terdapat hal-hal yang perlu diungkapkan oleh manusia, kenapa demikian ?. Oleh karena itu, antara tanaman dan manusia memiliki kesamaan dan ketergantungan. Manusia sebagai mahluk yang berakal juga jangan egois cara memperlakukan pepohonan, namun sebaliknya tidak berarti  harus mengistimewakan yang berlebihan. Hanyalah tindakan yang arif bijaksana yang diperlukan, karena tanaman bernyawa tapi tidak berakal sedang manusia hidup dan berakal. Yakin dengan akalnya manusia akan lebih mengetahui hak dan kewajibannya. Sehingga sangat didambakan  interaksi lebih harmonis antara manusia dengan tanaman.

    MANUSIA DENGAN HEWAN
        
    Sebagaimana disinggung diatas, bahwa di dunia ini yang memerlukan kelangsungan hidup bukan hanya manusia saja, tetapi ada mahluk lain yang juga mempunyai hak yang sama yaitu binatang/hewan. Binatang/hewan yang dimaksudkan yaitu yang meliputi hidup di daratan maupun di  laut. Tuntutan kebutuhan hidup manusia seringkali mendorong manusia menyimpang dari kebiasaan makan yang layak. Sebab banyak faktor yang menjadi dalih manusia berbuat menyimpang, ada alasan untuk obat atau untuk stamina. Sebenarnya semua itu bermuara untuk kesenangannya belaka. Tetapi begitulah sifat manusia yang berakal dan cerdas, banyak upaya menghalalkan kesukaannya sekalipun sudah jelas-jelas tersirat dan tersurat dalam ajaran agamanya  masing-masing.
             Sejatinya tubuh manusia seperti alam miniatur. Sehingga kebutuhannya pun hampir mirip sebagaimana yang terhampar di alam jagat sebenarnya. Cairan yang terdapat dalam tubuh manusia layaknya lautan darah merah yang menggenangi tubuhnya bagaikan gumpalan napsu sehingga mendorong rasa lapar dan haus jika melihat daging binatang kesukaannya. Tidak nampakpun dihadapannya, seringkali dikhayalkan enaknya daging jika diramu dengan resep masakan yang mengundang napsu makan. Padahal secara tidak langsung sifat hewani yang tengah merasukinya sehingga tercetus menjadi angan-angan pengisi perut.
                Manusia perlu adaptasi dengan binatang

             Hubungan manusia dengan binatang sebenarnya sudah diungkapkan dalam kisah Nabi Nuh ketika banjir besar melanda kaumnya. Diantara pengikutnya yang  naik perahu, ternyata banyak binatang juga sebagai penumpangnya. Kemudian dalam kisah Nabi Sulaeman juga terdapat tentang hubungan dengan binatang yang bernama semut. Manakala rombongan Nabi Sulaeman akan melewati jalan, semut-semut itu menyingkir takut terinjak-injak manusia. Namun karena Nabi Sulaeman mengerti bahasa binatang, maka selamatlah semut-semut itu. Sungguh fantatis, jika semua manusia bisa berkomunikasi dengan binatang. Pada zaman Nabi Muhammad,  burung ababil dan laba-laba juga menjadi penolongannya.
    Masih banyak kisah lainnya tentang manusia dengan binatang yang perlu diungkap agar menjadi pelajaran penting bagi manusia. Namun sebaliknya, Sifat hewani pada diri manusia selalu mengiringi selama ia mempertahanan hidupnya. Maka jika sifat hewani tak terkendali, perilaku gerak lampahnya sebagai manusia dapat dikalahkan hawa napsu dan yang terlihat seperti layaknya sifat binatang. Hal itu banyak terjadi ketika manusia tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya, seperti pada saat ia tersinggung perasaannya maupun sewaktu napsunya tengah memuncak. Dipastikan sifat-sifat binatang itu terbangun manakala dzat hewani termakan dalam keadaan sadar maupun tidak.  Perhatikanlah ketika orang berserapah : “dasar monyet, dasar babi, dasar anjing, dasar buaya dan lain-lain” . Bunyi kata dasar   itulah sebenarnya dzat hewani yang tanpa sadar tengah menguasai jiwa seseorang.
    Manusia tengah merencanakan kenikmatan dari hewan

    Namun jika diperhatikan hewan juga ternyata memiliki sebersit pengertian seperti gajah, harimau, kera, ular atau anjing. Lihatlah dipertunjukan sirkus, nampaknya binatang itu punya naluri. Malahan monyet memiliki perasaan. Pernah terjadi disuatu perburuan, seekor monyet yang tengah beranak tertembak pemburu. Monyet yang luka itu turun dari pohon sambil menggendong anaknya, setelah dibawah dengan berlinangan air mata dia melepas gendongan anaknya. Sungguh tragis, setelah melepas anaknya dia naik lagi kepohon namun dua tiga lekukan dahan ia panjat, monyet itu berhenti kehabisan darah dan terkulai lemas dibelahan dahan. Ia tidak bergerak lagi, mati. Ternyata monyet itu berperasaan dan ketika turun dari pohon seakan mengatakan ; “aku akan mati tapi uruslah anakku yang masih disusui”. Sedangkan diatas tanah berumput terlihat anak monyet tertatih-tatih dan raut mukanya seperti kebingungan. Mengenaskan sekali cerita pemburu itu.
    Lain lagi dengan cerita harimau, walaupun dia seekor binatang buas ada pendapat mengatakan tidak akan memangsa anaknya. Hal itu dijadikan pepatah: “sebuas-buasnya harimau tidak mungkin memakan anaknya”. Kalimat itu seringkali buat pernyataan bagi orang tua yang kejam terhadap anaknya.
    Dilain pihak cerita nelayan ada yang pernah ditolong oleh ikan lumba-lumba. Ketika kapal nelayan terhempas ombak besar, semua penumpang jatuh ke laut. Pada saat itulah muncul ikan lumba-lumba dan terasa mendorong-dorong tubuhnya sampai ke bibir pantai. Kesimpulannya, nelayan itu dapat selamat karena jasa ikan lumba-lumba. Ikan saja mempunyai perasaan kemanusiaan, lalu bagaimana dengan manusia ?.
    Manusia yang dianugerahi akal pikiran malah egois, hampir semua binatang seolah bisa menjadi mangsanya. Dorongan napsu menciptakan alasan pembenaran, padahal jika menelaah ajaran kepercayaannya ada aturan-aturan tentang binatang yang tidak boleh dimakan. Namun sayang, larangan itu jarang digubris dan rupanya masih perlu diuraikan sebab akibatnya larangan bagi manusia.  Sesungguhnya mungkin terdapat rahasia yang terkandung dalam organ tubuh binatang yang tidak boleh dimakan. Bisa saja akan merusak organ tubuh manusia atau mempengaruhi jiwanya. Hal itulah yang perlu dicermati, sebab tidak mustahil jiwa binatang yang dirampas sebelum waktunya mati akan melanglang  kemanapun tempat yang disukainya.
    Dilain pihak pemuliaan terhadap binatang yang berlebihan juga berdampak kurang baik  terhadap perkembangan kehidupan manusia. Sebaiknya biarkanlah binatang dengan habitatnya. Toh masing-masing telah diciptakan sesuai alamnya. Kiranya bijaksana dan damai jika satu sama lainnya hidup saling berdampingan secara harmonis.
    BAGAIMANA DENGAN ALAM ?

    Lalu bagaimana manusia dengan alam lainnya, seperti dengan air, tanah, udara dan matahari ?. Kiranya perlu mengkaji  sejauh mana kesadaran manusia akan alam disekitarnya. Padahal semua itu ada pada diri manusia dan tanpa itu semua, manusia tidak ada artinya. Tanah tempat berpijak, air dan udara senantiasa memberi kesejukan, matahari menerangi jalan kehidupannya. Dari tanah hidup berbagai tanaman, disirami air makin bertambah kesuburan, angin menggerak-gerakan pohon dan dedaunan mempercepat pertumbuhannya, kemudian matahari memberi dzat kehidupannya. Mereka bergerak setiap saat seolah pertautan ekosistem yang harmonis tanpa diminta oleh manusia  padahal untuk kehidupannya. Alam menjalani semua itu bukan untuk melayani manusia, tetapi semata-mata tunduk dan taat terhadap perintah Pencipta-Nya. Memang tidak dapat dipungkiri, sebagian hasil alam disediakan untuk kehidupan manusia. Oleh karena itu, alangkah bijaksananya jika manusia bersyukur terhadap alam terlebih kepada Pencipta-Nya. Sehingga tidak mustahil kurangnya penghormatan terhadap alam menyebabkan banyak bermunculan bencana alam. Sungguh ironis.
    Sesungguh mengabaikan alam merupakan tindakan picik, diharapkan kenikmatan dari hasil alam sementara keberadaannya tidak dihormati. Oleh karena itu, marilah sejenak mengungkap bagaimana manusia dengan alam semesta ini.
    Menurut hikayat keberadaan manusia diawali penciptaan-Nya dari tanah. Kemudian ditiupkan roh maka berwujudlah manusia. Manusia selanjutnya, terbentuk dari hubungan manusia yang berlawanan jenis. Dari dzat suci air mani itulah kelak menjadi seorang manusia. Maka khususnya bagi orang suku Sunda, ada sebutan ; mani geulis (Sangat cantik). Arti sejatinya kata “mani” adalah “sangat”, dan mengaitkan dengan air mani tadi. Ada juga mengatakan “mani wani”  artinya sangat berani. “Mani pinter”  artinya sangat pandai. Kata mani itu disinggung dari dzat pertama manusia diciptakan. Saripati itu yang menjadi mani konon terbentuk dari dzat alam. Dzat itu mengalir dalam tubuh manusia ada yang dari tanah, dari air lautan, dari sinar matahari dan andil besar dari udara melalui buah-buahan, ikan, beras dan lain sebagainya.

    Ketika nyawa lepas keluar raga, tinggal nisan yang jadi kenangan walau masa VOC telah berlalu
    Setiap manusia setelah menjalani kehidupan, akan mengalami kematian. Tidak ada yang kekal di alam semesta ini, maka manusiapun  akan kembali lagi  ke tanah. Pada dasarnya hidup dan matinya manusia tidak terlepas dengan tanah. Lalu bagaimana pada saat menjelang hayatnya ? apakah tanah berarti bagi manusia?. Sudah barang tentu sangat  memperngaruhi kehidupannya. Sehingga muncul kata-kata : Tuan tanah, pemilik tanah, penjual tanah, pembeli tanah, surat tanah, penyerobot tanah, ahli waris tanah, riwayat tanah dan sebagainya. Bahkan ketika manusia bersujud salatpun tanah menjadi hamparannya. Ketika bersujud itulah, kiranya patut direnungkan bahwa tanah itu kelak akan menelannya.
    Tanah menjadi tempat berpijak, tanpa disadari akan menjadi tempat akhir manusia. Namun diatas langit, terlihat setiap hari matahari yang selalu  memancarkan sinarnya. Ia senantiasa menerangi jalan kehidupan kemanapun manusia bergerak. Dengan taqdir-Nya matahari selalu terbit pada saat pagi dan menyelesaikan tugasnya pada sore hari. Kemudian menjelang malam, tugasnya digantikan sinar redup oleh Bulan dan Bintang.  Redupnya cahaya bulan dan bintang, memberi kenikmatan kepada manusia untuk bercengkrama. Dan kehidupan makhluk siang bergantian dengan makhluk malam. Cahaya matahari, bulan dan bintang seolah menyaksikan, mencatat dan merekam laku lampah manusia. Begitulah siklus alam. Namun tidak mustahil cahaya itu juga akan melaporkan tentang perilaku manusia kepada Pencipta-Nya. Hanya sebagai manusia biasa kiranya memuji : “Wal yaumil kiamah bil ba’di Ya Allah”.
                Angin atau udara, adalah bentuk alam yang gaib, terasa tapi tak terlihat. Ia bergerak bergantian dari berbagai arah, dari timur ke barat, dari utara ke selatan atau sebaliknya berputar seolah sekehendaknya. Perputaran angin atau udara adalah pertukaran hawa bagi manusia. Ia bergerak lemah tetapi bisa tiba-tiba bergerak secepat kilat, maka sifatnya pun tidak dapat diterka bisa terasa menjadi nyaman tetapi juga bisa menjadi bencana. Karakternya itulah seringkali menjadi peribahasa terhadap manusia seperti ada kalimat ; sifatnya orang itu angin-anginan yang berarti sifat tidak menentu.  Ada juga kalimat : kemana arah angin bertiup kesitulah ia condong, artinya orang yang tidak memiliki pendirian. Begitulah sifat angin dalam kehidupan manusia, malah ada penyakitpun dikatakan masuk angin. Sejatinya angin atau udara tidak mustahil membawa misi bagi manusia. Ia seringkali menjadi bahan renungan, sifatnya tidak menentu datangnya tanpa pemberitahuan dan perginyapun tanpa kelana. Hanya doa dan sapa yang perlu disampaikan : “Haldama kolama hawa mulqodrat Ya Allah”.
                Air yang melekat erat dengan tanah bagaikan sepasang suami istri yang rukun. Rasa air yang di darat dengan air lautan yang terasa berbeda. Air yang bersumber dari tanah awalnya jernih dan terasa tawar, sedang yang di lautan terasa asin. Ketika mengalir dari sumber tanah memang jernih dan tawar, tetapi dalam perjalanan ke laut air menghanyutkan berbagai macam kotoran. Nah ! kotoran-kotoran  itulah bercampur aduk menyatu sehingga akhirnya menjadi rasa asin.
     
    Walaupun hal itu terjadi secara siklus alam yang berputar dari laut, menguap ke awan tertiup angin dan menjadi curah hujan yang akhirnya jatuh terserap tanah. Bumi atau tanah itulah yang berjasa menyimpan dan mengalirkan menjadi air yang jernih dan tawar. Namun dibalik itu, ia membawa amanat yang disampaikan manusia kepada Pencipta-Nya. Amanat manusia   pada saat ia berdoa apakah dengan media yang mengeluarkan asap atau hanya berupa hawa yang keluar dari mulutnya, akhirnya naik ke langit dan membentuk menjadi awan. Ketika awan disinggahi uap air lautan hasil jasa sinar matahari, maka menjadi awan hitam dan mendung. Selanjutnya awan yang telah  mengkristal lalu didorong kekuatan angin,  disanalah terjadi hujan. Butir-butir air berjatuhan ke hamparan bumi dan matahari bekerja kembali memberi dzat ultrafiolet yang memuat benih-benih kehidupan.
    Apapun yang berada di bumi atau di air maka tumbuhlah embrio sesuai apa medianya. Apabila benihnya ikan, jadilah, jika bibitnya tanaman maka jadilah dan lain sebagainya. Benih-benih itu sesuai kurun waktu tertentu akan dipanen dan akhirnya menghasilkan rejeki bagi manusia. Begitulah proses jangka pendek amanat doa yang dikabulkan. Dalam proses jangka panjang, kandungan alam yang ada di perut bumi pun dengan kekuatan matahari maupun air hujan, entah berupa batubara, batu pualam atau minyak pada akhirnya akan menjadi rejeki dan mampu mensejahterakan kehidupan manusia.

    Do'a yang disampaikan manusia  menyertai  gumpalan awan

               Sementara itu, gerakan angin atau udara berputar sekehendaknya. Ia bergerak menyertai doa dan hawa nafsu manusia. Rejeki uang yang telah diperoleh melalui proses tadi, akhirnya berhamburan ke segala arah dimana ia membelanjakannya. Manusia sebagai makhluk sosial melakukan transaksi jual beli, dilain pihak ada penjual jasa maupun pemungut pajak. Apabila terjadi beberapa macam hasil alam yang dipasarkan, maka akan semakin banyak penerima rejeki. Saat itulah terjadi pertukaran rejeki berupa uang sebagaimana pertukaran hawa yang dihembuskan oleh angin. Ketika uang telah diraih, kiranya manusia patut bersyukur dan segera ucapkan : Alhamdulillah.
                Dan kami mengucapkan pula terima kasih kepada orang tua di Cipaku Bogor yang telah membimbing pengkajian ini. Cag....
      

    1 komentar :

    1. hatur nuhun abah atas informasi yg akurat, karena banyak versi dan cerita yg beredar di masyarakat..

      BalasHapus

    Terimakasih Anda sudah berkunjung di blog Abah Apep.
    Silahkan tinggalkan jejak kunjungan Anda dengan memberikan komentar di sini, secara bijak dan sopan.

    Sekilas Mengenai Blog Ini

    Popular Posts

    Blog Headline

    Nu Mikaresep

    Komentar Masuk

    Blog Archive